lagi-lagi KPK, mendapatkan sebuah sentilan dari para pendirinya, atau yang pernah ikut dildalamnya membuat sebuah aturan, mengapa hal itu harus terjadi, dan mengapa nyali KPK, seperti kurang punya taji buat menangkap para koruptor,?" dan mengapa juga setelah mereka -mereka baru duduk itu dianggap lebih hebat akan menanganni korupsi malah sepertinya takut,?" ada apa dengan KPK, akhirnya hanya akan membuat penghamburan uang negara saja.? Demikian pengamat International andriluntungan mengatakan pada online,sore ini disaat dimintai komentarnya, mengenai dugaan lambannya KPK, dalam menindak para Koruptor. Amdri juga menilai selama KPK, bekerja hanya sebatas, menangani perkara kecil, dan tidak punya keberanian buat mengungkap perkara besar, setidaknya menandakan, keadaan KPK mulai terlihat sepertinya lemah,? seandainya KPK, sudah mulai dapat dikatakan tidak lagi mampuh mengungkap perkara besar, atau seperti membiarkan para Korupsi terus menerus dapat tenang-tenang disinggah sana, menadakan KPK tidak bekerja maksimal. Mungkin semua juga lagi berharap harap cemas, "Kapan KPK akan mengungkap sebuah perkara besar,? dan kapan mereka dapat menangkap para korupsi kakap,?" Jika hal itu tidak dapat meeka buktikan dan tidak dapat mereka mengungkap,"menandakan KPK, yang baru ini, tidak sama dengan KPK yang dibentuk lalu, artinya ketua yang baru ini belum ada bukti dapat mengungkap perkara besar, dan yang tertangkap baru kelas-kelas staf, atau hanya teri, dan kelas kakapnya seperti telah dibiarkan begitu saja, seperti umpanya gubernur, Buapati,pengusaha nakal, dan berbagai korupsi yang telah dengan nyata-nyata telah mengakar dan seperti gurita, mengapa tidak mampuh KPK yang baru buat mengungkapnya,? ada apa.? "apakah meeka diberi anggaran bekerja,? ataukah anggaran KPK, hanya staknasi, atau bagaimana.?" Ingat jangan pernah ada kompromi terhadap korupsi, dan jangan pernah alergi buat membrantas korupi, "Jika mau jujur, keberadan korupsi di Indonesia sudah seperti penyakit kronis, dan hal itu terjadi disetiap-tiap departeman, dengan cara menerima gratifikasi, setiap kegiatan proyek, atau pun hal lainnya, tetapi mengapa seperti dibiarkan,? ungkap andri. Dan anehnya, mengapa juga, KPK belum peenah mencium baunya, Seperti gubernur mendapat Presentasi dari APBD, Buapati mendapat Presentasi dri APBD, atau mereka berhasil memainkan anggaran APBD, dengan cara-cara bekersama pada DPRDnya, dan didalam persetujuan pengesahan anggaran disana jelas-jelas terjadi kongkalingkong, "masa KPK nga tahu,?" Begitu juga disaat pengesahan APBN, disana juga dewan telah dengan hebatanya, pernah terdengar meminta sampai 10% dari nilai anggran." Benarkah seperti itu.?" lantas jika itu benar adanya, mengapa KPK, tidak sempat mencium bau itu.? belum lagi di berbagai dinas, yang setiap -tiap orang mendapat sebuah kegiatan mereka juga dimintai kompensasi, begitu juga kepala daerahnya, disana juga mereka dengan berani memainkan APBD, juga meminta kompensasi pada rekanan pemenang proyek, ditambah lagi setiap dinas harus dapat menyisihkan anggaran, buat setor pada kepala daerahnya.? "bayamgkan saja jika sudah seperti ini, mana mungkin bisa dibilang hal seperti itu tidak terlihat.?" Dimana KPK, melihat keadaan seperti ini.? dan mana juga hasil kerja mereka yang akan menangani Beberapa kepala daerah yang telah terlibat korupsi.? "Padahal KPK, punya peluang buat dapat menangkap para gubernur, para bupati, mengapa baru sebagian kecil saja yang mereka dapat ungkap, ? seharusnya KPK, dapat menangkap mereka dengan cara-cara menangkap bawahannya setelah itu dapat dikembangkan pada gubernurnya, dan bupatinya. "Ingat KPK, diberi anggran buat bekerja, dan khusus, menangani segala tindak pidana korupsi, bukan sebagai penasehat pejabat atau pun, sebagai konsultan pejabat,Tugas KPK dibentuk adalah buat menangani dan menangkap para korupsi, inilah tugas KPK.?" Maaf saya berkata seperti ini, dan maaf juga perkataan saya ini seperti setengah menganggap KPK belum berhasil?. sebenarnya tidak seperti itu,melainkan sebagai pengamat mengingatkan kembali, terlepas semua itu, saya sebagai pengamat, setidaknya hanya sebatas menyampaikan agar KPK, jangan pernah membiarkan Gubernur korupsi, buapati korupsi, kepal bank Korupsi, pengusaha korupsi, dan jadikan KPK adalah tetap dapat menangkap para korupsi, itu akan lebih baik. Demikian andriluntungan pengamat international mengakhiri perkataannya. Seperti yang diktakan andriluntungan sebagai pengamat International dibenarkan,semua kalangan, pakar hukum Romli Atmasasmita,Keberadaan KPK yang dimaksudkan untuk mengefektikan pemberantasan korupsi termasuk men-trigger lembaga penegak hukum dianggap tidak sesuai dengan filosofinya. KPK justru membebani negara karena biaya operasionalnya besar, sedangkan perkara korupsi yang ditangani nilainya kecil. "KPK perannya seperti polisi, enggak ada yang kita harapkan lebih baik lagi. Buat apa buang-buang waktu dengan biaya besar namun hasilnya kecil," kata pakar hukum Romli Atmasasmita, dalam acara peluncuran buku berjudul "Kompleksitas Perkembangan Tindak Pidana dan Kebijakan Kriminal" yang ditulis mantan Menkumham Muladi bersama putrinya, Diah Sulistyani, di Kantor Lemhanas, Jakarta, Sabtu (28/5). Romli mengingatkan ketentuan Pasal 11 UU KPK yang mengatur KPK menangani kasus korupsi yang merugikan negara minimal Rp 1 miliar bukan tanpa pertimbangan. Sebab, KPK dengan kewenangan luar biasa harus menangani perkara korupsi kakap. Dalam beberapa hari terakhir, publik banyak disajikan operasi tangkap tangan KPK dengan alat bukti suap kisaran puluhan dan ratusan juta. Hal ini jelas sangat timpang jika dibandingkan anggaran penyidikan KPK dalam setahun bisa mencapai ratusan miliar. Mantan Dirjen AHU Kemkumham yang juga akademisi UI, Harkristuti Harkrisnowo menilai, batasan Rp 1 miliar memang perlu diperhatikan pimpinan KPK dalam menangani perkara korupsi namun, publik juga perlu memahami subjek hukum KPK adalah penyelenggara negara dan penegak hukum. "Dilihatnya bukan berhenti pada Rp 1 miliarnya, tapi penyelenggara negaralah yang melakukan," kata Tuti. Dia mengaku sedih melihat situasi penegakan hukum belakangan ini banyak mempertontonkan praktik suap di lingkungan peradilan. Padahal, sudah ada contoh kasus suap Ketua Mahkamah Konstitusi yang divonis seumur hidup, namun hakim maupun pegawai di tingkat bawah tetap berani menerima suap. "Sudah ada hakim yang dihukum seumur hidup, Ketua MK, terus masih ada hakim-hakim lain di tingkat yang lebih rendah melakukan tindak pidana serupa, korupsi. buat saya sebagai orang hukum pidana ini sangat meresahkan," katanya. Tuti, yang pernah menjadi anggota Pansel KPK dan mengetuai Pansel Komisi Yudisial (KY) berharap, KY dapat bekerja lebih baik dan berani melakukan terobosan setidaknya untuk menguatkan pengadilan jauh dari praktik mafia hukum. "Yang menyedihkan betapa bagian dari yudikatif yang harus memberikan keadilan bagi masyarakat. Mudah-mudahan KY kerjanya lebih bagus," ujar Tuti.(Agus dan Anton jakarta)
The latest Employment Situation report from the Bureau of Labor Statistics shows weekly employee earnings have grown $75 since tax reform passed, well short of the $4,000 to $9,000 annual increases projected by President Trump
Donald John TrumpRobert De Niro, Ben Stiller play Mueller and Cohen in 'SNL' parody of 'Meet the Parents' Trump order targets wide swath of public assistance programs Comey says Trump reacted to news of Russian meddling by asking if it changed election results MORE and House Speaker Paul Ryan
Paul Davis RyanTrump order targets wide swath of public assistance programs Sunday shows preview: White House officials talk Syria strike Wage growth well short of what was promised from tax reform MORE (R-Wis.).
During the three months following passage of the tax bill, the average American saw a $6.21 increase in average weekly earnings. Assuming 12 weeks of work during the three months following passage of the corporate tax cuts, this equates to a $75 increase.
Assuming a full 52 weeks of work, the $6.21 increase in weekly earnings would result in a $323 annual increase, nowhere near the minimum $4,000 promised and $9,000 potential annual increases projected by President Trump and Speaker Ryan if significant cuts were made to corporate tax rates.
Unless something drastically changes, it seems that Americans are going to have to settle for much less than the $4,000 to $9,000 projected wage increases. An extra $322 a year isn’t going to do much to pay down the $1 trillion in additional debt they are projected to take on as a result of the tax cuts.
Yet, a key part of the argument for the recently passed corporate tax cuts and more than a trillion dollars in debt was the substantial wage hike promised by the president’s Council of Economic Advisers (CEA).
From a document titled, “Corporate Tax Reform and Wages: Theory and Evidence,” on the White House’s website:
“Reducing the statutory federal corporate tax rate from 35 to 20 percent would, the analysis below suggests, increase average household income in the United States by, very conservatively, $4,000 annually.”
The document goes on to say:
“When we use the more optimistic estimates from the literature, wage boosts are over $9,000 for the average U.S. household.”
No less than Speaker Ryan’s website trumpeted the Council of Economic Advisers report claiming that on average, the proposed corporate tax cuts would result in at least a $4,000 annual increase in wages.
Now, some supporters of the tax bill may say this analysis is unfair because it is too early for the effects of the tax bill to show up in wages. By that logic, they also shouldn’t take credit for reported employment growth increases.
Still others may point to the $1,000 bonuses announced by some companies shortly after passage of the tax bill. First, that is significantly less than the promised $4,000 to $9,000. Second, these are not wage increases; these are one-time bonuses.
Will companies pay them again, and if so when? Third, the $1,000 represents a fraction of the estimated potential company tax savings.
Using 2016 net income, 2016 effective tax rates, the new 21-percent corporate tax rate and company bonuses, we estimated company bonuses as a percentage of a number of company’s potential tax savings. The results: In many cases, the bonuses represent a mere pittance of the possible tax savings.
Navient announced that it would be giving $1,000 bonuses to 98 percent of its 6,7000 employees, paying out nearly $7 million in bonuses. While that may seem generous, it pales in comparison to Navient’s potential tax savings.
Using Navient’s 2016 net income, its 2016 effective tax rate, estimated annual tax savings of nearly $200 million and its announced bonuses, we calculated that the announced bonuses represent less than 4 percent of Navient’s potential tax savings.
Turning to the airline industry, JetBlue’s employees might be feeling blue if they realized that their $1,000 bonuses are estimated to be less than 10 percent of JetBlue’s potential tax savings, while American Airlines’ bonuses are estimated to represent less than 15 percent of its estimated potential annual tax savings
Not to be outdone, Comcast’s bonuses represent less than 8 percent of its estimated potential annual tax savings, while Walmart appears downright generous, giving an estimated $0.16 of every dollar of its estimated potential annual tax savings to employees in the form of bonuses.
Source: Solutionomics
What happened to the minimum $4,000 promised? I guess like many promises by politicians, they were empty. Instead, they seem to have gone to share buybacks. For the period December 2017 through February 2018, share buybacks more than doubled to $200 million.
Is a $323 wage increase and a one-time bonus of $1,000 that represents a fraction of estimated potential company tax savings worth the more than $1 trillion in additional debt placed on Americans? Is this the best Congress could do? No.
Instead, Congress could have simply made each company’s tax cut contingent on each company increasing wages. The problem is that some companies receiving tax cuts didn’t raise wages.
If Congress had made each company’s tax cut contingent on each company’s wage increases, the American people would have gotten more bang for their tax cut bucks. Additionally, this would have created a real incentive for companies to raise wages: Increase wages, get a tax cut; don’t and you won’t.
If the justification for saddling the American people with at least $1 trillion in additional debt was greater wage growth, tax cuts should have been tied to each company’s wage growth; that’s just logical. That’s getting a better deal for the American people, and that’s getting a better return on investment.
Chris Macke is the founder of Solutionomics, a think tank focused on developing solutions for a more efficient, merit-based corporate tax code. He has advised the U.S. Federal Reserve by providing market updates and implications of monetary policy changes on asset valuations and market distortions, and he's a contributor to the Fed Beige Book. Find him on Twitter: @solutionomics.






































Tidak ada komentar:
Posting Komentar